Satu kalimat yang penulis dapat petik dari kata-kata nan arif-bijaksana di atas : “TIDAK ADA KATA TERLAMBAT, ASALKAN KITA MAU MENGUBAH DIRI”. Mungkin simpulan itu terlalu menyederhanakan, karena terus-terang penulis belum khatam (tamat) membaca ke-2 buku tersebut dan bahkan baru mulai menyelami serta berproses meningkatkan level kesadaran. Namun demikian, sebagai pembuka jalan kesadaran, mohon izinkan penulis MENGIKAT MAKNA yang terserak dari sebuah pesan nan bijak-bestari.
Seringkali, semasa muda kita terobsesi dan bermimpi untuk menjadi orang terkenal dan bahkan berkhayal untuk dapat mengubah dunia. Namun seiring berjalannya waktu dan pertambahan usia serta proses belajar arif hadapi realita hidup, sampailah kita pada kesadaran bahwa yang perlu diubah terlebih dahulu adalah DIRI SENDIRI.
Ada berbagai tingkatan kesadaran yang disinggung dan dibahas secara detail di buku tersebut, intinya kesadaran itu sendiri berproses dari mulai tingkatan terbawah (Kesadaran Hewani), meningkat ke level berikutnya (Kesadaran Manusia) dan meningkat lagi ke level tertinggi (Kesadaran Tuhan : rendah > sedang > tinggi > penyatuan). Syarat untuk naik level ternyata cuma satu, ada keinginan kuat mengubah diri dengan cara menekan tingkat ego-nya. Ada hubungan berbanding terbalik antara ego dan level kesadaran. Makin tinggi level kesadaran, makin menuntut kita menekan ego diri. Level tertinggi (Kesadaran Tuhan-Penyatuan) bahkan mensyaratkan ego kita bernilai nihil alias tidak ada lagi. Di sinilah perjuangan mengubah diri dimulai, bagaimana mengendalikan dan memerangi hawa nafsu yang membelenggu (direpresentasikan oleh ego) yang melekat di dalam diri hingga akhirnya kita dapat lepas dan mampu mengendalikan hawa nafsu hingga membawa kita ke jenjang/predikat takwa.
Mungkin pembaca masih ingat, kredo ‘Aa Gym dengan 3M-nya (Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal-hal kecil, dan Mulai sekarang juga) yang begitu fenomenal. Terlepas dari masalah pribadi Beliau (pilihan berpoligami), sudah sepatutnya kita berterima kasih kepada Beliau yang telah memperkenalkan dan mempraktikkan sekaligus kredo itu dengan sukses (melalui Manajemen Daarut-Tauhid).
Jadi, jangan harapkan terlalu banyak untuk mengubah orang lain, keluarga, masyarakat, bangsa bahkan dunia, JIKALAU kita tidak mampu mengubah diri sendiri menjadi insan yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Benarlah firman Allah SWT bahwa Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra’du : 11) dan sabda Baginda Nabi Muhammad SAW bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang hidupnya banyak bermanfaat untuk orang lain (HR. Muslim).
Untunglah, penulis bergabung dengan KOMPASIANA, sebuah media sosial yang tidak hanya menerima secara suka-rela tulisan curahan hati (CURHAT) seorang Kompasianer pemula seperti penulis, tapi juga dengan suka-cita menerima adi karya dari penulis jempolan yang kebetulan telah membesarkan dan menyemarakkan KOMPASIANA hingga menjadi sebesar dan dikenal seperti ini.
Semoga dengan sedikit goresan tulisan di pasir pantai kehidupan ini, dapat meninggalkan jejak yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain dan sesama. Dan bila ada postingan penulis yang sekiranya kurang bermanfaat (lebih banyak mudharat daripada manfaatnya), segera tersapu ombak pantai dan hilang ditelan lautan samudra.
Selamat bermetamorfosa dan berjuang meningkatkan level kesadaran, semoga kita dapat menjadi insan yang berguna dan bermanfaat bagi sesama. Mari kita jadikan ibadah shaum (puasa) sebagai sarana melatih diri untuk berusaha mencapai derajat takwa, insya Allah (Maher Zain & Fadly, mode on)….amin YRA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar